Djusman AR Penggiat Anti Korupsi: KPU Soppeng Jangan Tebal Kuping

Politik1,284 views

Djusman AR Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar

CENDEKIA NEWS.Co.Id. Soppeng — Setelah kurang lebih dua pekan tahapan kampanye Pilkada Soppeng berlangsung, KPU baru memasang APK. Namun demikian baru sehari terpasang sudah menuai banyak kontroversi.

Pasalnya KPU dituding tidak demokratis dan cenderung berpihak. Hal ini terkait bagian pada Kolom kosong ditimpati narasi, sehingga kesetaraan sebagai lawan Paslon lain diabaikan.

Dalam PKPU nomor 11 telah diatur bahwa KPU memfasilitasi pengadaan APK paslon. Tim kampanye mempunyai tanggungjawab menyiapkan desain, sementara biaya pembuatannya menjadi tanggungjawab KPU. Setelah KPU menerima desain, bersama sama Bawaslu melakukan proses pencermatan terhadap desain Paslon untuk memastikan apakah telah sesuai ketentuan.

Penggiat anti korupsi Djusman AR yang juga koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) SulSelbar mengomentari fenomena APK Paslon pilkada Soppeng ini, melalui telepon selulernya Sabtu (17/10/2020) mengatakan. Sesungguhnya Kejadian ini menjadi ujian terhadap kepedulian dan kejelian berdemokrasi bagi teman-teman aktivis yang tak sedikit jumlahnya di Kabupaten Soppeng, tentu ini bukan persoalan suka atau tidak suka terhadap paslon atau apapun itu istilahnya tapi bagaimana lahirnya pencerahan dan edukasi demokrasi, subtansi masalahnya tentu berada pada penyelenggara tekhnis (KPU) begitu pula penyelenggara pengawasan (BAWASLU) mutlak berkait juga.

“Filosopi KPU dan Bawaslu adalah penegak demokrasi, apapun itu mereka harus memperhatikan norma-norma dan aturannya. Ada etika dalam hal demokrasi, dalam artian ada hal prinsip. Tim paslon yang mendesain APK sementara KPU yang menfaslitasi ke pihak terkait, tentu sebelumnya KPU melakukan pencermatan, meneliti, memverifikasi. KPU sebagai penyelenggara tidak boleh lurus begitu karena anggaran yang digunakan dalam sosialisasi adalah anggaran negara karena ini sangat berbeda dengan anggaran mandiri, jangan disamakan pilkada dengan pemilu legislatif. Aturan itu bahkan telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemberlakuan hal yang setara tidak boleh ada yang ditimpali karena, Kolom Kosong (KOKO) juga dianggap paslon yang punya hak konstitusi setara sekalipun tidak ada orangnya. Kesemuanya mempergunakan anggaran negara makanya diatur dalam putusan MK ujarnya.

Menilik dari gambar APK yang ditimpali, Djusman mengatakan Bila itu produk KPU Soppeng maka sangat fatal narasi yang disajikan. Terkesan bukan lagi bermakna penyelenggara tapi sebagai tim sukses. Perlu diingat KPU adalah salah satu nafas tegaknya demokrasi, begitupun Bawaslu, karena harus ada sikap terkait itu. Kalau akhirnya publik menyoroti ini, bukan berarti persoalan suka dan tidak suka dengan paslon, tapi bagaimana kredibilitas penyelenggaranya. Berkenaan aturan orang tidak bicara persepsi lagi, tapi bagaimana penerapan aturan yang harus ditegakkan. Olehnya itu karena hajatan ini menggunakan Anggaran Negara saya menduga bukan saja publik yang terusik dengan perwajahan desain APK seperti itu tapi juga paslon itu sendiri tentu merasa risih, apa lagi paslon tentu menjaga munculnya stigma atau anggapan publik akan terbangunnya image bahwa paslon melakukan intervensi terhadap KPU yang pada dasarnya paslon juga tak menginginkan seperti itu urainya.

Ditambahkan. KPU Soppeng dilematis terkait APK dan BK ini kalau sudah cetak banyak dan tersebar secara TSM, bila mereka ingin memperbaikinya dan cetak ulang maka akan diperhadapkan dengan pertanggung jawaban anggaran yang bukan lagi pemborosan tapi ketidak cermatan penggunaan anggaran yang menganut prinsip efektif, efesien dan akuntabilitas dan itu bagian dari unsur-unsur korupsi, juga narasi dan konten yang dibangun lebih terkesan mengarahkan pemilih, menurut saya unsurnya sudah cukup untuk dilaporkan ke DKPP tegasnya.

Saran Kepada KPU dan Bawaslu Soppeng, jangan alergi terhadap kritik, haruslah lebih banyak mendengar saran publik dan terbuka. Janganlah terkesan arogan atau tebal kuping karena sesungguhnya saran publik pada dasarnya merupakan wujud peranserta masyarakat yang juga dijamin konstitusi yang bertujuan untuk menciptakan demokrasi yang baik dan harmonis ditengah masyarakat Soppeng. Jadi sekali lagi saya tegaskan, perihal tersebut bukan persoalan suka dan tidak suka, namun yang paling penting dan hal mendasar perlu diketahui oleh KPU adalah hakikat demokrasi berpilkada dan dibiayai oleh negara adalah hak publik untuk mengetahuinya bahkan termasuk memberi saran dan kritik pungkas Djusman AR. (Ag)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *