CENDEKIA News.Com. Soppeng — Kerajinan Ecoprint memang terdengar masih asing di telinga masyarakat, karena orang akan mengira hasil kerajinan Ecoprint sama seperti batik. Padahal keduanya berbeda.
Jika biasanya Batik memiliki aneka motif dan warna, maka Kerajinan Ecoprint berwarna sedikit agak pucat dengan dominasi warna cokelat ataupun kekuningan karena memang berasal dari warna alami dedaunan.
Pembuatan Ecoprint terbilang sederhana dan mudah jika dibandingkan dengan Batik, karena hasil kerajinan Ecoprint dapat menggunakan dedaunan, sedangkan Batik harus menggunakan canting dan cairan khusus.
Inovasi Musdalifah Riwayati atau Ifa panggilan akrabnya, dalam penggunaan bahan alami untuk mewarnai kain ecoprint layak diacungi jempol. Karena dari bahan baku alam ia bisa menghasilkan aneka produk mulai dari kaos, selendang, kain sutera, dompet, jilbab hingga kipas dan kulit, hal ini disampaikan oleh Ifa bahwa dalam pembuatan Ecoprint ini kami hanya belajar sendiri , tapi Alhamdulillah saat ini sudah banyak juga pesanan tutur Ifa.
Ibu rumah yang bergelut di bidang entrepreneur ini mengungkapkan, hasta karya ecoprint bisa menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Terlebih bahan bakunya banyak tersedia dari alam sehingga mudah diperoleh.
Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan memiliki banyak pohon yang dapat digunakan sebagai motif pembuatan kain Ecoprint seperti misalnya daun Jati, daun Kalpataru, daun Jarak , daun tanaman murbei dan masih banyak lagi daun-daun lainnya,” ujar Ifa pada Cendikia News.
Menurut Ifa Batik dan Ecoprint berbeda dikarenakan membatik dilakukan dengan menghias kain menggunakan pewarna dan menggunakan canting sedangkan Ecoprint tidak. Membuat kerajinan Ecoprint hanya menggunakan daun-daun yang cocok.
Bila kita ke Kota Soppeng rasanya tidak puas dan penasaran bagaimana cara membuat Ecoprint Sutera yang ada di Kampung Sabbeta Desa Pising Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng, disana bisa kita lihat mulai dari pemeliharaan ulat sutera, kokon, pemintalan benang sutera, dan kain sutera yang akan menghasilkan kain Ecoprint sutera.
Bahan daur ulang menghasilkan produk ecoprint bernilai ekonomis tinggi.
Selain itu perbedaannya lanjut Ifa jika kain batik dapat dicetak hingga ratusan lembar kain namun untuk kain Ecoprint tidak demikian alias dicetak terbatas.
Ifa menyebutkan dirinya tidak pernah menggunakan pewarna sintetis atau perwarna imitasi karena menurutnya dedauan yang digunakan telah memiliki warna tersendiri yang khas.
“Sebelum pencetakan, kami lebih dulu merendam atau sering disebut proses mordan sebagai treatment agar motif dan kain benar-benar baik, untuk kain katun memakan waktu sekitar tiga hari tetapi kalau sutera sehari juga cukup,” ujar Ifa
Ifa berharap ecoprint Soppeng bisa berkembang pesat dan produknya bisa menjadi ciri khas untuk pengembangan destinasi wisata Kabupaten Soppeng khususnya di Desa Pising Kecamatan Donri-Donri. (wyh )