CENDEKIA News. Com. Makassar. — Mengapa Bulan Suci Ramadhan itu disebut bulan yang istimewa dari bulan yang lain. Sebagai siklus waktu dari perjalanan waktu dalam satu tahun maka, momentum Bulan Suci Ramadhan menjadi ruang untuk MUHASABAH diri.
Andaikan tidak ada bulan suci Ramadhan, adakah agama atau peradaban dan atau kelompok intelektual, atau sejumlah filosof yang sanggup memberi peringatan kepada seluruh ummat manusia bahwa kehidupan tidak hanya mengandung nilai materi, melainkan terdapat nilai kemanusiaan yg lebih immanen yang non materi.
Andaikan tidak ada Bulan Suci Ramadhan adakah yg sanggup menarik perhatian ummat manusia untuk memalingkan sejenak pikiran, kegiatan dan orientasinya selama sebulan dalam setahun untuk bermunajad kepada Sang Pencipta dan mengalihkan tenaga dari yang semata materialistik ke berbagai hal yg spiritual.
Andaikan tidak ada Bulan Suci Ramadhan, adakah kegiatan yang melibatkan komunitas massa, agama, kenegaraan yang sanggup secara efektif menyatukan orientasi ummat untuk berempati kepada kelompok masyarakat yang tak berpunya. Hanya ummat Islam yang beribadah puasa dalam bulan ramadhan, selama sebulan berturut turut, dan merupakan bentuk puasa terbaik yang pernah dilakukan sepanjang sejarah oleh ummat manusia.
Adakah agama dan bentuk kebudayaan lain yang sanggup mengingatkan kembali kepada seluruh kultur yang ada dimuka bumi ini bahwa sesungguhnya kita sangat memerlukan puasa, puasa yang dapat mengendalikan apa saja yang menjurus ke perikaku hewani.
Bulan Suci Ramadhan adalah
fase kehidupan yang merupakan ruang untuk melatih diri dan mengembalikan hal hal yang selama ini berjalan menjadi kontraksi atau dualitas pada diri manusia. Kontraksi antara keinginan kita dan tidak diinginkan datang pada pikiran manusia.
Sumber kesucian berasal dari dua hal yaitu : membebaskan pikiran (keserakahan) kepada apa yang diinginkan dan menbebaskan kebencian terhadap apa yang tidak inginkan.
Satu2nya sumber kesadaran itu adalah penderitaan, karena penderitaan memastikan manusia tidak menyukai sesuatu sehingga menolaknya. Berpuasa dimaknai sebagai perang untuk melawan hal hal yang tidak disenangi. Hal ini menjadi ruang yang tersedia bagi ummat untuk berlatih mengembalikan kesadarannya.
99 persen orang di pengajian-pengajian spritual adalah mereka yang sedang mengalami hal-hal yang tidak mereka sukai. Sehingga hal ini mengantarnya pada kesadaran kembali ke fitra atau suci seperti dengan bayi yang baru dilahirkan.
Peristirahan spiritual ditengah padang pasir materi pada hakekatnya menyiksa sebagaimana padang pasir menguliti setiap inci permukaan kulit yang panasnya terasa menembus bathin yang paling dalam.
Bulan suci Ramadhan adalah “reflection point” atau titik balik menuju derajat hidup yang lebih berkualitas.
Penulis : Dr. A. jaya Sose.MBA. Editor : Agus Wittiri