CENDEKIA News. Com. Morowali. — Bupati Kabupaten Soppeng H. A. Kaswadi Razak di dampingi Ketua Harian DPP KKS Dr. A. Jaya Sose SE, MBA mengukuhkan Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD KKS) Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah periode 2023 – 2028 di Hotel Sari rasa Bohodopi Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah, Sabtu 28/10/2023
Adapun Komposisi pengurus yang dilantik pada hari ini yaitu Ketua Arfandi. ST, Wakil Ketua Risman Junaid, Sekretaris Aris, Bendahara Andika. ST, beserta sejumlah 60 anggota pengurus lainnya.
Bupati Soppeng H A Kaswadi Razak dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada panitia yang telah sukses melaksanakan acara ini.
Lanjut A. Kaswadi katakan bahwa menjalankan organisasi paguyuban terutama dalam hal mengakomodir kepentingan organisasi, tentu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mengurusnya tentu tidak ada dalam APBD tapi semua ada di saku kantong kita.
Namun demikian begitu nikmatnya rasa kepuasan, ibadah dan pahala yang didapatkan ketika kita laksanakan dengan sungguh-sungguh, minimal kita menjadi pelaku sejarah yang baik. Ujar A. Kaswadi
Ketua harian DPP KKS Dr. A. Jaya Sose, SE. MBA mewakili Ketua Umum dalam Pesannya pada ketua terpilih, bahwa selaku warga yang diberi amanah tentu tidaklah mudah, karena berKKS itu, yang akan dijalankan bukan tentang hal produktivitas yg terukur secara materi, tapi hal yang tidak terlihat (intangible) tapi harus dirasakan.
Relevansi yang perlu saya sampaikan disini karena dihadiri oleh tokoh pemangku adat, salah satu tugas organisasi KKS ini adalah menyangkut tugas kesejarahan.
Kisah Tentang sejarah para habaib ketika datang di Indonesia menurut Dr Ismail Fajrie alatas memiliki pengaruh sosial yang sangat kuat sejak abad 17, di jaman itu ternyata orang bugis di rantaulah yang sangat berperan menjadi penghubung melalui cara kawin-mawin dengan gadis bugis seperti sejarah sultan johor dan kerajaan lainnya ketika itu. Urai A. Jaya
Para habaib itu identitasnya ada pada nasab, geologi (Leluhur dan tanah kelahiran) bukan pada etnisitas, sehingga generasi selanjutnya menjadi bugis melayu yang tidak lagi menggunakan etnisitas Arabnya.
Ismail Fajrie alatas mengungkap bahwa faktor terpenting menjadi otoritas religius bukan kemampuan intelektual tapi kerja membangun jamaah, tidak akan berarti ilmu agama yang dibawa para syeh tanpa jemaah, sehingga disinilah nilai orang bugis masuk.
Komunitas bugis dimanapun berada selalu menjadi perekat, dengan kohesivitasnya menciptakan keadaan yg lengket terhadap komunitas lainnya.
Sejarah leluhur, haruslah diletakkan sebagai hal yang Memanjang dalam waktu tapi tetap menyempit dalam ruang, sehingga kearifan leluhur merupakan urutan kejadian yang dapat memberi nilai, kebanggaan bagi generasi penerus sebagai faktor pembentuk suatu nasib baik dalam menempatkan sejarah sebagai proses. Pungkas A. Jaya. (Ag)